Latest Posts

Saturday, August 13, 2016

Perencanaan Bangunan Gedung


Tahapan- tahapan perencanaan struktur bangunan gedung bertingkat :
  1. Menentukan lokasi soil test (sondir/deep boring), denah diambil dr gbr arsitektur
  2. Evaluasi hasil test tanah dengan referensi dr hasil uji lab. tanah. Dari tahapan ini bisa ditentukan jenis fondasi yang dipakai dan daya dukung pondasi
  3. Menghitung dan mengalalisis bangunan dengan menggunakan bantuan program struktur (ETABs/SAP). Memodelkan bangunan harus sesuai dengan gambar arsitektur yang terbaru bukan gambar yang lama. Input beban pada model struktur harus sesuai Peraturan Pembebanan Indonesia.
  4. Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diperoleh ditentukan :
    • dimensi kolom ; jumlah, diameter tulangan dan diameter, jarak sengkang (syarat minimum tulangan kolom harus terpenuhi)
    • dimensi balok ; jumlah, diameter tulangan dan diameter, jarak sengkang (syarat minimum tulangan pada balok harus terpenuhi)
    • dimensi plat dan  diameter tulangan, jarak tulangan (syarat minimum tulangan pada plat harus terpenuhi)
  5. Setelah item 4 selesai, kita buat sketsa untuk denah balok, penulangan balok tiap lantai, penulangan plat lantai dan penulangan kolom. Kemudian sketsa kita dituangkan dengan gambar dengan menggunakan AUTOCAD.
Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
  • Koordinasi antara gambar struktur dengan gambar arsitektur dan juga  gambar M/E. Jangan sampai gambar perencanaan tidak bisa dipakai di lapangan.
Sebagai misal plafond di gambar arsitektur menempel persis di bawah balok, pada pelaksanaannya ada conduit dan pipa drain AC yang harus lewat di bawah balok,  maka kalau ada kondisi seperti ini sebaiknya antara balok dengan plafond diberi spasi sekitar 5-10 cm untuk kebutuhan M/E seperti pipa air hujan, pipa drain AC (ini khusus bangunan rendah tanpa menggunakan shaft). Dan masih banyak lagi masalah-masalah yang timbul antara pekerjaan M/E dengan pekerjaan Arsitektur  dan juga dengan struktur karena kurangnya koordinasi bersama antara Arsitektur, Struktur dan M/E.
Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526
0878-3714-2475

Analisis Hidrologi dan Peil Banjir


Sebagaimana dipahami, dengan adanya rencana pembangunan di suatu kawasan tertentu, akan timbul dampak peningkatan air larian sebagai akibat dari tertutupnya lahan oleh bangunan. Peningkatan air larian akan menimbulkan akibat berupa berkurangnya kapasitas badan air atau bahkan mengakibatkan banjir di bagian hilir.  Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan dampak peningkatan air larian sehingga rencana pembangunan yang akan dilaksanakan tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Salah satu upaya pencegahan akibat dari air larian adalah dengan melalui konsep zero discharge (dikenal juga dengan istilah zero run off), dimana air larian yang timbul diupayakan tidak masuk atau seminimal mungkin masuk ke saluran drainase atau badan air di luar area kegiatan. Untuk itu, agar konsep zero discharge dapat dilaksanakan, maka diperlukan suatu Analisis Hidrologi untuk mengkaji akibat dari aspek hidrologinya.  Selain itu, untuk menentukan ketinggian lantai dasar bangunan yang aman dari banjir, maka diperlukan analisis Peil Banjir.
Analisis Hidrologi dan Peil Banjir selanjutnya akan menjadi dasar untuk dikeluarkannya rekomendasi penataan drainase dan Peil Banjir sebagai bagian dari persyaratan perijinan. Dalam beberapa situasi, studi ini terkait erat dengan tindak lanjut dari implementasi AMDAL dan UKL-UPL.
Maksud dan tujuan dari Analisis Hidrologi adalah sebagai berikut:
  • Menganalisis pola curah hujan di lokasi rencana kegiatan sebagai dasar penentuan intensitas hujan.
  • Memberikan arahan penataan drainase di lokasi rencana kegiatan untuk dapat mencegah  timbulnya banjir dan genangan di sekitar lokasi kegiatan.
  • Merencanakan ketinggian lantai dasar bangunan (Peil Banjir) untuk menghindari kejadian banjir dilokasi kegiatan.
Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526
0878-3714-2475

Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Manfaat AMDAL

Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Manfaat AMDAL| Dalam pengertian, fungsi, tujuan dan manfaat AMDAL merupakan jawaban dari teman-teman tentang pertanyaan "Apa sih itu AMDAL?.". untuk mengetahui AMDAL kita harus membahas keseluruhan tentang AMDAL seperti tema diatas dengan menyajikan point-point seperti pengertian, fungsi, tujuan, dan manfaat agar kita mengetahui AMDAL itu secara detail. Pertama-tama mari kita mulai dengan Pengertian AMDAL. Pengertian AMDAL adalah suatu proses dalam studi formal untuk memperkirakan dampak lingkungan atau rencana kegiatan proyek dengan bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan yang di analisis pada tahap perencanaan dan perancangan proyek sebagai pertimbangan bagi pembuat keputusan.

AMDAL adalah singkatan dari Analisis Dampak Lingkungan. Pengertian AMDAL menurut PP No. 27 Tahun 1999 yang berbunyi bahwa pengertian AMDAL adalah Kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. AMDAL adalah analisis yang meliputi berbagai macam faktor seperti fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi dan sosial budaya yang dilakukan secara menyeluruh.
"Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Manfaat AMDAL"
Alasan diperlukannya AMDAL untuk diperlukannya studi kelayakan karena dalam undang-undang dan peraturan pemerintah serta menjaga lingkungan dari operasi proyek kegiatan industri atau kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah PIL (Penyajian informasi lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis dampak lingkungan), RPL ( Rencana pemantauan lingkungan), RKL (Rencana pengelolaan lingkungan).  Tujuan AMDAL adalah menjaga dengan kemungkinan dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan sehingga.
Tujuan AMDAL merupakan penjagaan dalam rencana usaha atau kegiatan agar tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Adapun Fungsi AMDAL adalah sebagai berikut..
  • Bahan perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses dalam pengambilan keputusan terhadap kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberikan masukan dalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberikan informasi terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
  • Tahap pertama dari rekomendasi tentang izin usaha
  • Merupakan Scientific Document dan Legal Document
  • Izin Kelayakan Lingkungan
Dilihat dari fungsi AMDAL yang sangat menjaga rencana usaha dan/atau kegiatan usaha sehingga tidak merusak lingkungan, maka terlihat begitu besar Manfaat AMDAL. Manfaat AMDALantara lain sebagai berikut...

1. Manfaat AMDAL bagi Pemerintah
  • Mencegah dari pencemaran dan kerusakan lingkungan.
  • Menghindarkan konflik dengan masyarakat.
  • Menjaga agar pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan.
  • Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa.
  • Menjamin adanya keberlangsungan usaha.
  • Menjadi referensi untuk peminjaman kredit.
  • Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti ketaatan hukum.
3. Manfaat AMDAL bagi Masyarakat
  • Mengetahui sejak dari awal dampak dari suatu kegiatan.
  • Melaksanakan dan menjalankan kontrol.
  • Terlibat pada proses pengambilan keputusan.
Demikianlah pembahasan Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Manfaat AMDAL, semoga teman-teman menerima point-point yang kami sajikan seperti pengertian AMDAl, Fungsi AMDAl, Tujuan AMDAl dan Manfaat AMDAl, dan tentu saja dapat bermanfaat. Amin...
Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526
0878-3714-2475

Pengertian UKL dan UPL


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Dokumen UKL-UPL dibuat pada fase perencanaan proyek sebagai kelengkapan dalam memperoleh perizinan. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) diwajibkan pula bagi usaha dan/atau kegiatan yang telah berjalan namun belum memiliki UKL-UPL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dibuat untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi, skala pengendaliannya kecil dan tidak kompleks.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
  • Identitas pemrakarsa Rencana
  • Usaha dan/atau kegiatan
  • Dampak Lingkungan yang akan terjadi Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara


Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dinyatakan berlaku sepanjang usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan perubahan lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang telah dinyatakan sesuai dengan isian formulir atau layak, maka UKL-UPL tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL.
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526
0878-3714-2475

Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (“SIPPT”) di Wilayah DKI Jakarta


Perkembangan pembangunan yang terjadi saat ini semakin mempengaruhi peningkatan kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kegiatan pembangunan, khususnya di wilayah DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia dengan segala kompleksitas kegiatan pembangunannya. Akan tetapi, dalam kegiatan pembangunan terdapat berbagai hambatan akibat kurang tertibnya penguasaan dan kepemilikan atas tanah yang merupakan sarana utama bagi pembangunan. Ditambah dengan kurang tertibnya upaya penegakan hukum guna mengatasi permasalahan pertanahan tersebut kerap kali menimbulkan sengketa tanah yang tak dapat dihindari, sehingga mengakibatkan terhambatnya pembangunan baik di sektor swasta maupun untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Oleh karenanya, Pemerintah DKI Jakarta perlu untuk mengambil langkah-langkah pengendalian dan pengawasan, baik terhadap penguasaan maupun kepemilikan tanah dengan mengingat semakin terbatasnya lahan di wilayah DKI Jakarta.
Untuk mengatasi permasalahan itu, dibutuhkan ketentuan dan pengaturan terkait dengan perizinan dalam penunjukan dan penggunaan lahan. Kebutuhan tersebut selanjutnya direalisasikan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan pengaturan atas penerbitan SIPPT. SIPPT dalam Pasal 1 angka 12 Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban dari Para Pemegang SIPPT kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (“Kepgub No. 41/2001”) didefinisikan sebagai surat izin penunjukan penggunaan tanah yang diberikan kepada para pengembang dalam rangka pengembangan suatu kawasan.
Tata Cara Perolehan SIPPT di DKI Jakarta bagi Pihak Swasta
Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa kegiatan pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pihak Pemerintah DKI Jakarta untuk kepentingan umum, akan tetapi pihak swasta juga turut berpartisipasi dalam pembangunan di wilayah DKI Jakarta. Dalam Kepgub No. 41/2001 dapat dikatakan bahwa pihak swasta merupakan pemegang SIPPT. Lebih lanjut, Pasal 1 angka 14 Kepgub No. 41/2001 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemegang SIPPT adalah Badan dan/atau Perusahaan Real Estate dan/atau Perusahaan Property dan/atau Developer dan/atau Yayasan dan/atau Perorangan yang memperoleh SIPPT dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membangun perumahan, perkantoran, perdagangan dan/atau kegiatan fisik lainnya dan/atau permohonan hak atas tanah dalam wilayah DKI Jakarta.
Ketentuan mengenai prosedur untuk memperoleh SIPPT diatur dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11/3/11/1972 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan Prosedur Permohonan Izin Membebaskan dan Penunjukan/Penggunaan Tanah serta Prosedur Pembebasan Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya untuk Kepentingan Dinas/Swasta di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Kepgub No. 11/1972”). Ketentuan Pasal 19 ayat (1) Kepgub No. 11/1972 menyebutkan bahwa SIPPT dapat diberikan oleh Gubernur apabila 75% (tujuh puluh lima persen) dari luas tanah yang diberikan telah dibebaskan oleh pemohon SIPPT. Setelah SIPPT diperoleh, SIPPT tidak dapat dialihkan oleh pemegang SIPPT kepada pihak lain dengan cara apapun.
Kewajiban bagi Pemegang SIPPT
Dalam rangka penerimaan kewajiban fasilitas social dan fasilitas umum dari para pemegang SIPPT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menata administrasi secara baik dan terkoordinasi. Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah dengan menerapkan Kepgub No. 41/2001. Pengaturan Pasal 3  Kepgub No. 41/2001 memberikan uraian terkait pengaturan jenis kewajiban bagi para pemegang SIPPT sebagai berikut:
  1. Pembangunan dan Penyerahan prasarana lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial;
  2. Penyediaan kewajiban sesuai yang ditetapkan dalam SIPPT dan/atau dokumen lainnya;
  3. Kewajiban lainnya yang ditetapkan dalam SIPPT dan/atau dokumen lainnya.
Pengecualian terhadap Pengenaan SIPPT
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 76 Tahun 2008 tentang Pengecualian Pengenaan SIPPT pada pokoknya khusus mengatur tentang tanah-tanah yang dikecualikan dari pengenaan SIPPT, antara lain:
  1. Tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD);
  2. Tanah yang statusnya menjadi aset Perusahaan Daerah yang tidak dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga.
Terhadap pengecualian-pengecualian atas pengenaan SIPPT, sebelumnya dalam pelaksanaan pembangunan tetap harus memenuhi perizinan daerah. Selain memenuhi perizinan daerah, tetap dikenakan kewajiban membangun fasilitas sosial/fasilitas umum dan penataan lingkungan sesuai dengan Rencana Kota yang ditetapkan.
Larangan dan Sanksi bagi Pemegang SIPPT
Para pemegang SIPPT dilarang untuk mengelola, menjual, menggadaikan, menghibahkan, dan/atau memindahtangankan pengelolaan seluruh kewajiban, baik berupa prasarana lingkungan, fasilitas sosial maupun fasilitas umum kepada pihak lain dalam bentuk apapun sebelum diserahterimakan kepada Gubernur. Sanksi bagi pemegang SIPPT dapat diberikan oleh Gubernur apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Kepgub No. 41/2001 tidak dapat dipenuhi oleh pemegang SIPPT. Gubernur berwenang melakukan tindakan berupa penundaan pelayanan atau pemberian izin, pembatalan perizinan, dan/atau pencabutan SIPPT serta sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(F.T.)


Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526

0878-3714-2475

Aspek Hukum Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (“SP3L”) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta bagi Kegiatan Pembangunan dan Investasi


Dasar Hukum Pengaturan SP3L oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Realisasi rencana pembangunan fisik kota dalam Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bagian Wilayah Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta  mempengaruhi pesatnya perkembangan kegiatan pembangunan fisik dan pertumbuhan iklim investasi, terutama di wilayah Provinsi DKI Jakarta.  Oleh karenanya, diperlukan penyempurnaan peraturan untuk menertibkan kegiatan pembebasan atau pembelian atas tanah yang terbatas di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya mencegah potensi timbulnya sengketa yang menjadi faktor penghambat bagi kelangsungan kegiatan pembangunan. Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan langkah-langkah pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pembebasan atau pembelian tanah dengan menetapkan peraturan atas pemberian SP3L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf (i) Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 138 Tahun 1998 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di DKI Jakarta (“Kepgub No. 138/1998”) dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan atas Bidang Tanah untuk Pembangunan Fisik Kota di DKI Jakarta (“Kepgub No. 540/1990”) setelah acuan sebelumnya terdapat dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor Da.11/3/11/1972 tentang Penyempunaan Prosedur Permohonan Izin Membebaskan dan Penunjukan/Penggunaan Tanah serta Prosedur Pembebasan Tanah dan benda-benda yang Ada di Atasnya untuk Kepentingan Dinas atau Swasta di Wilayah DKI Jakarta (“Kepgub No. 11/1972”).
Persyaratan dan Tata Cara Perolehan SP3L bagi Para Pemohon
Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 640 Tahun 1992 tentang Ketentuan terhadap Pembebasan Lokasi/Lahan Tanpa Izin dari Gubernur DKI Jakarta (“Kepgub No. 640/1992”), kewajiban memperoleh SP3L dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta diperlukan untuk membebaskan lokasi atau lahan seluas lebih dari 5.000 m2 dan/atau kurang dari 5.000 m2 yang terletak pada jalur jalan protokol oleh badan atau perorangan dengan. Pelaksanaan pembebasan tanah untuk kebutuhan investasi dilakukan atas dasar kesepakatan dan berdasarkan musyawarah mufakat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kepgub No. 138/1998.
Lebih lanjut, persyaratan untuk memperoleh SP3L diatur dalam Bagian Kedua Kepgub No. 540/1990 yang menjelaskan bahwa pembebasan tanah untuk memperoleh SP3L dilakukan oleh pemohon dengan terlebih dahulu harus memenuhi berbagai persyaratan sebagai berikut:
  1. Pemohon harus berbentuk badan perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, perkumpulan, koperasi, yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap;
  2. Permohonan diajukan secara tertulis dengan mengisi formulir yang disediakan Dinas Tata Kota cq.Sekretariat Badan Perrtanahan Urusan Tanah DKI Jakarta;
  3. Permohonan harus dilengkapi dengan proposal proyek atau perancang bangun yang terdiri dari:
    1. Aspek rencana kota/tata ruang;
    2. Tata cara pembebasan tanah;
    3. Aspek pembiayaan proyek;
    4. Aspek tata laksana proyek
    5. Aspek sosial ekonomi proyek;
    6. Aspek lingkungan hidup; dan
    7. Jangka waktu penyelesaian pembebasan tanah dan bangunan fisik.
  4. Melampirkan rekomendasi bank Pemerintah atau bank devisa untuk membiayai pembebasan tanah dan pembangunan proyek;
  5. Pembebasan tanah untuk proyek pembangunan harus dilaksanakan secara utuh dalam satu kesatuan lahan;
  6. Terhadap lokasi/lahan yang dimohon dengan kondisi lapangan dan/atau menurut rencana kota peruntukannya adalah perumahan yang luasnya 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) atau lebih, kepada pemohon diwajibkan membiayai dan membangun rumah susun murah beserta fasilitasnya seluas 20% (dua puluh persen) dari areal manfaat secara komersil, dan/atau ketentuan lainnya yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta;
  7. Pemohon berkewajiban mengganti prasarana dan sarana kota yang ada dalam lokasi/lahan yang dimohon.
Permohonan untuk memperoleh SP3L diajukan secara tertulis kepada Gubernur DKI Jakarta cq. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (“BKPMD”) DKI Jakarta berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Kepgub No. 138/1998 jo.Pasal 3 ayat (3) Kepgub No. 11/1972, dengan menggunakan formulir permohonan yang telah disediakan dan telah melampirkan kelengkapan persyaratan sebagai berikut:
  1. Peta situasi skala 1 : 5.000;
  2. Fotokopi akta pendirian badan hukum;
  3. Surat pernyataan kesanggupan untuk menyiapkan dan membangun rumah susun murah, sebesar 20% dari luas manfaat secara efektif bagi yang terkena Kepgub No. 540/1990 dan Kepgub No. 640/1992;
  4. Lampiran-lampiran lain yang dianggap perlu.
Namun, Kepgub No. 11/1972 tidak hanya mengatur persyaratan permohonan SP3L, tetapi juga mengatur tata cara perolehan SP3L setelah persyaratan dipenuhi oleh pemohon dalam permohonannya terkait hal-hal sebagai berikut:
  1. Pemohon diwajibkan membayar sejumlah uang tertentu berdasarkan peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pada surat perintah setor sebagaimana diatur dalam Pasal  5 dan Pasal 7 Kepgub No. 11/1972;
  2. Penerbitan izin untuk membebaskan tanah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta setelah pemohon menyampaikan bukti setor pembayaran uang sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Kepgub No. 11/1972; dan
  3. Pemegang izin pembebasan tanah dapat membebaskan tanah dalam jangka waktu 4 (empat) hingga 6 (enam) bulan sejak tanggal izin pembebasan tanah.
Konsekuensi Hukum atas Kegagalan Pemenuhan Kewajiban dalam Permohonan SP3L
Konsekuensi hukum berdasarkan angka 5 Bagian Kedua Kepgub No. 540/1990 terjadi apabila persyaratan untuk merealisasikan pembebasan tanah tidak terlaksana secara utuh, maka terhadap tanah yang telah dibebaskan itu dapat dialihkan secara sepihak oleh Gubernur DKI Jakarta kepada pihak lain dengan memberikan penggantian sebesar harga pembebasan ditambah 20% biaya administrasi dari harga pembebasan tanah. Berikutnya Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Kepgub No. 138/1998 mengatur bahwa permohonan SP3L yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, akan dikembalikan kepada pemohon dan penolakan permohonan SP3L segera disampaikan secara tertulis oleh BKPMD DKI Jakarta kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan paling lambat dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja.
(F.T.)
Untuk konsultasi lebih lanjut silahkan hubungi:
0852-2706-7526
0878-3714-2475